Kamis, 16 November 2017

LAPORAN BIOGAS


LAPORAN PEMBUATAN BIOGAS

PRAKTIKUM PENANGANAN LIMBAH

PETERNAKAN











Description: Hasil gambar untuk logo undip















NAMA
: RATNA LESTARI K. N
KELAS
: PLP A
KELOMPOK
: 7A
ASISTEN                        
: NUNING PURNAMI



















S1-PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2017

PENDAHULUAN

Seiring dengan perkembangan kehidupan diberbagai sektor baik sektor rumah tangga maupun sektor industri dengan skala yang besar, kecil atau menengah mengakibatkan kebutuhan akan energi sebagai penggerak berlangsungnya sektor tersebut semakin tinggi. Meningkatnya kebutuhan energi tersebut berdampak pada hargaa jual bahan bakar yang semakin tinggi pula. Sementara pada faktanya, ketersediaan akan bahan bakar seperti minyak ataupun gas semakin berkurang jumlahnya. Akibatnya keberlangsungan sektor tersebut dapat terganggu, sehingga diperlukan suatu energi alternatif yang dapat diperbarui dan ketersediaannya dapat menjamin keberlangsungan sektor industri maupun rumah tangga.
            Biogas merupakan sumber energi alternatif yang keberadaannya dapat berdampak positif dalam mencukupi kebutuhan bahan bakar dilingkungan masyarakat. Biogas memiliki sumber bahan baku energi dari limbah kotoran ternak dimana ketersediaan limbah tersebut tergantung pada ketersediaan rumput yang digunakan sebagai pakan ternak. Sejauh ini sumber energi alternatif biogas merupakan sumber energi yang paling unggul, , karena tidak menghasilkan asap sehingga tidak menyebabkan pencemaran lingkungan. Biogas berasal dari proses pencernaan aerobik dimana gas campuran metan (CH4), karbon dioksida (CO), dan sejumlah nitrogen, amonia, sulfur dioksida, hidrogen sulfida dan hidrogen.
            Tujuan dari pratikum dengan materi biogas adalah untuk mengetahui tahapan yang benar alam pembuatan biogas, serta untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang diberikan dalam proses pembuatan biogas terhadap produksi gas yang dihasilkan. Manfaat yang dapat diperoleh adalah dapat mengetahui tahapan yang benar dalam pembuatan biogas serta dapat melakukan evaluasi terhadap gas yang dihasilkan oleh biogas.
MATERI DAN METODE

Praktikum Penanganan Limbah Peternakan dengan materi pembuatan biogas dilaksanakan pada tanggal 3 Oktober 2017 pukul 14.00 – 16.00 di Laboratorium Ternak Potong dan Kerja, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. Materi yang digunakan dalam praktikum berupa alat dan bahan. Bahan yang digunakan antara lain feses domba segar, starter, plastisin dan air. Alat yang digunakan antara lain seperangkat alat digester yang berfungsi dalam pembutan biogas, pH indikator untuk mengecek pH  setelah bahan tercampur, termometer untuk mengecek temperatur padaa water bath, gelas ukur untuk mengukur produksi biogas, ember digunakan ketika pengambilan air dalam proses pembuatan biogas, botol kaca sebagai wadah biogas, pengaduk untuk mengaduk bahan baku biogas dan alat tulis untuk mecatat hasil praktikum.
Metode yang digunakan dalam pembuatan biogas adalah feses domba segar diambil dari dalam kandang dan kemudian dilakukan pengujian bahan kering secara duplo. Sampel feses kemudian di oven. Sebelum dilakukan pengovenan dilakukan penimbangan berat loyang dan berat loyang ditambah sampel. Setelah proses oven selesai, sampel diangkat dan dilakukan penimbangan kembali. 6 botol kaca yang akan digunakan sebagai wadah biogas dicuci dengan bersih kemudian dikeringkan. Setelah selesai dilakukan perhitungan Bahan Organik (BO)/ Volatille Solid (VS) pada sampel ekskreta tersebut. Hasil perhitungan tersebut digunakan sebagai berat sampel eksreta yang akan digunakan sebagai bahan baku biogas. Pembuatan biogas ini dilakukan dengan dua perlakuan. Pertama pembuatan biogas tanpa treatment (kontrol) dilakukan dengan cara sampel ekrskreta yang telah ditimbang tersebut langsung dimasukkan kedalam botol kaca ke-1, kemudian ditambah dengan starter lalu ditutup dengan tutup karet dan dilapisi dengan plastisin. Botol kaca ke-1 dihubungkan dengan botol kaca ke-2 yang berisi air penuh, kemudian disumbat dengan karet dan dihubungkan pada botol kaca ke-3 yang kosong. Pembuatan biogas selanjutnya yaitu dengan perlakuan (treatment) dilakukan dengan cara sampel ekskreta yang telah ditimbang, kemudian dibungkus dengan menggunakan aluminium foil dan direbus selama 30 menit. Setelah perebusan selesai sampel eksreta dimasukkan pada botol kaca ke-4. Prosedur selanjutnya sama dengan pembuatan biogas kontrol, hanya saja pada biogas treatment menggunakan botol kaca 4, 5 dan 6. Produksi biogas kemudian diukur dengan gelas ukur setiap minggu dari minggu pertama sampai dengan minggu keempat. Hasil praktikum kemudian dicatat pada buku pratikum. Berikut cara perhitungan terhadap kandungan Bahan Kerimg (BK) dan abu dari sampel dan starter :
BK Feses1.2                       =  x 100%
BK rata-rata    =
Abu Feses1.2     =   x 100%
Abu feses rata-rata      =
Perhitugan perbandingan VS
-          Kandungan VS Inokulum/Starter :
VS Inokulum dalam 200 g      = % VS inokulum x 200 g
-          Feses
VS feses yang digunakan       = % VS feses x jumlah feses yang digunakan
HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil praktikum y  ang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 1. Produksi Metan

pH
Minggu ke-1
Minggu ke-2
Minggu ke-3
Minggu ke-4
Kontrol
7
80 ml
50 ml
50 ml
170 ml
Treatment
7
0
0
0
0
Sumber : Data Promer Praktikum Penanganan Limbah Peternakan, 2017.
Feses yang digunakan dalam praktikum pembuatan biogas adalah feses domba. Limbah peternakan seperti feses domba merupakan bahan dasar yang paling sering digunakan dalam pembuatan pupuk seperti pupuk kandang serta dalam pembuatan biogas. Kandungan nitogen dalam feses domba sangat berperan dalam pembuatan biogas. Menurut pendapat Ade (2007) feses domba padat mengandung nitrogen 0,75%, fosfor 0,50%, kalium 0,45% dan air 60%, sedangkan feses cair pada domba mengandung nitrogen 1,35%. Fosfor 0,05%, kalium 2,10% dan air 85%. Dari kandungan tersebut dapat dikatakan bahwa feses domba berpeluang tinggi dalam pembuatan biogas. 
Suh u lingkungan yang digunakan pada pembuatan biogas dengan perlakuan kontrol adalah sebesar  30 – 40 ᵒC, sedangkan pada biogas treatment adalah sebesar 60 – 70 ᵒC. Menurut pendapat Guyup (2016) suhu yang baik dalam proses pembentukan biogas adalah berkisar antara 20 – 40 ᵒC dan suhu optimum berkisar antara 28 – 30 ᵒC. Bakteri dalam biogas hanya dapat berkembang apabila suhu dalam biogas berada pada suhu kamar . Suhu lingkungan sangat berpengaruh penting dalam proses pembuatan biogas.  Suhu dapat mempengaruhi kemampuan hidup bakteri didalam biogas. Hal ini sesuai dengan pendapat Paimin (2000) yang menyatakan bahwa temperatut ketika pembuatan biogas sangat berpengaruh pada daya hidup bakteri didalamnya, apabila temperatur dingin maka proses pembuatan biogas akan cenderung lama.
            Hasil tabel diatas dengan parameter nilai pH menunjukkan bahwa nilai pH yang terbentuk dari biogas baik pada kontrol maupun treatment selama minggu pertama sampai dengan minggu terakhir adalah sebesar 7. Nilai pH tersebut sudah sesuai dengan literatur. Menurut pendapat Wahyuni (2013)  nilai pH yang normal pada biogas adalah berkisar antara 6 – 7. Ditambahkan oleh pendapat Deublein dan Steinhauser (2008) yang menyatakan bahwa pH dengan nilai 7 merupakan pH yang sesuai dalam pembentukan biogas baik dalam kontrol maupun perlakuan. Nilai pH sangat berpengaruh pada kelangsungan hidup bakteri. Menurut pendapat Sitorus (2011) kegagalan dalam proses pembautan biogas dapat disebabkan oleh tidak seimbangnya jumlah populasi bakteri metan terhadap bakteri asam yang menyebabkan lingkungan menjadi asam (pH kurang dari 7) yang selanjutnya akan menghambat kelangsungan hidup bakteri metan.
            Produksi metan yang dihasilkan dalam pembuatan biogas memiliki nilai fluktuatif setiap minggunya. Nilai terbesar terdapat pada minggu ke-4 yaitu sebesar 170 ml. Nilai tersebut dihasilkan oleh pembuatan biogas tanpa perlakuan atau kontrol, sedangkan pada pembuatan biogas treatment tidak menghasilkan produksi metan selama pengamatan berlangsung. Nilai produksi metan yang fluktuatif ini disebabkan karena proses pembuangan produksi metan setiap minggunya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sitorus (2011) volume produksi metan yang fluktuatif disebabkan karena pada saat produksi metan mencapai ketinggian maksimum, produksi tersebut harus dibuang dan kemudian menampung kembali metan yang akan terbentuk. Produksi metan yang dihasilkan pada pembuatan biogas dengan perlakuan kontrol menunjukkan bahwa didalam biogas kontrol memiliki kandungan metana yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan treatment. Menurut pendapat Semin, dkk. (2014) semakin tinggi kandungan metana maka semakin besar pula produksi metan dan energi (nilai kalor) yang dihasilkan oleh biogas, begitu juga sebaliknya. Produksi metan yang terbentuk pada biogas kontrol disebabkan oleh faktor suhu pada biogas kontrol yaitu sebesar 30 – 40 ᵒC  sesuai dengan kelangsungan hidup bakteri dibandingkan dengan suhu pada biogas treatment. Hal ini sesuai dengan pendapat Guyup (2016) yang menyatakan bahwa suhu yang baik dalam proses pembentukan biogas adalah berkisar antara 20 – 40 ᵒC dan suhu optimum berkisar antara 28 – 30 ᵒC.


KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum yang telah diperoleh dapat disimpulkan bahwa pembuatan biogas yang paling efektif adalah pada pembuatan biogas tanpa perlakuan (kontrol). Hal ini disebabkan karena pada pembuatan biogas kontrol memiliki suhu yang optimum yang dapat menunjang pertumbuhan dan kelangsungan hidup bakteri didalamnya.
DAFTAR PUSTAKA

Ade, I. S. 2007. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta.
Deublein, D. and Steinhauser, A, 2008. Biogas from Waste and Renewable Resource, Wiley-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA ,Weinheim.
Guyup, M. D. P, dkk. 2016. Rancang bangun reaktor biogas tipe portable dari limbah kotoran ternak sapi. J. Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem. 5 (1) : 369 -375.
Paimin. 2000. Alat Pembuat Biogas dari Batubata. Penebar Swadaya, Jakarta.Cetakan ke-3.
Semin, dkk. 2014. Kajian pemanfaatan kotoran sapi sebagai bahan bakar biogas murah dan terbarukan untuk rumah tangga di Boyolali. J. Sains, Teknologi dan Industri. 11 (2) : 212 – 220.
Sitorus. 2011. Pemanfaatan Lumpur Selokan sebagai Bahan Baku Biogas dengan
Metode Batch Feeding. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Wahyuni, S. 2013. Panduan Praktis Biogas. Penebar Swadaya, Jakarta.



NUTRISI PAKAN PUYUH


Persyaratan mutu untuk pakan puyuh petelur

No
Parameter
Satuan
Persyaratan
1
Kadar air
%
Maks. 14,0
2
Protein kasar
%
Min. 17,0
3
Lemak kasar
%
Maks. 7,0
4
Serat kasar
%
Maks. 7,0
5
Abu
%
Maks. 14,0
6
Kalsium (Ca)
%
2,50 – 3,50
7
Fosfor (P) total
%
0,60 – 1,00
8
Fosfor tersedia
%
Min. 0,40
9
Energi metabolis (ME)
KKal/kg
Min. 2700
10
Total aflatoksin
ug/kg
Maks. 40,0
11
Asam amino:
·      Lisin
·      Metionin
·      Metionin + Sistin

%
%
%

Min. 0,90
Min. 0,40
Min. 0,60

                                                                                                   

Sumber:

Badan Standarisasi Nasional (BSN)

SNI 01-3907-2006


NUTRISI PAKAN PUYUH


Persyaratan mutu untuk pakan puyuh petelur

No
Parameter
Satuan
Persyaratan
1
Kadar air
%
Maks. 14,0
2
Protein kasar
%
Min. 17,0
3
Lemak kasar
%
Maks. 7,0
4
Serat kasar
%
Maks. 7,0
5
Abu
%
Maks. 14,0
6
Kalsium (Ca)
%
2,50 – 3,50
7
Fosfor (P) total
%
0,60 – 1,00
8
Fosfor tersedia
%
Min. 0,40
9
Energi metabolis (ME)
KKal/kg
Min. 2700
10
Total aflatoksin
ug/kg
Maks. 40,0
11
Asam amino:
·      Lisin
·      Metionin
·      Metionin + Sistin

%
%
%

Min. 0,90
Min. 0,40
Min. 0,60

                                                                                                   

Sumber:

Badan Standarisasi Nasional (BSN)

SNI 01-3907-2006